Tradisi Gambyongan di Madiun

Madiun, PROGRESIF Jaya

Memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-61, dilakukan oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai cara. Ada yang menggelar beberapa perlombaan, ada pula yang melakukan ritual tertentu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia tercinta.

Demikian halnya dilakukan masyarakat Desa Kincang Wetan Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun, setiap memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, selalu dimeriahkan dengan pagelaran kesenian khas Jawa yang dinamakan Gambyong.

Pagelaran yang dipusatkan di lokasi Punden (Keramat) Sumur Guling ini, dimulai dengan melakukan beberapa ritual oleh sesepuh masyarakat setempat. Berbagai macam sesaji yang sudah dipersiapkan sehari sebelumnya berupa nasi tumpeng, ayam panggang dan lainnya, kemudian diarak menuju tujuh tempat keramat di wilayah Desa Kincang Wetan.

Mulai dari Punden Mundu, Punden Pare, Punden Sumur Tiban, Punden Taman Ria, Punden Perangan, Punden Mbah Rendeng dan terakhir dipusatkan di Punden Sumur Guling, lokasi dimana diadakannya pagelaran kesenian Gambyong. Dalam melakukan ritual ini, setiap perangkat desa diwajibkan menyediakan tujuh buah tumpeng sesuai dengan banyaknya tempat keramat di wilayah tersebut. Setelah melakukan ritual di ketujuh tempat keramat tersebut kemudian dilanjutkan dengan acara kesenian Gambyong, yang didatangkan dari daerah Ngawi.

Tradisi mengadakan pagelaran kesenian Gambyong itu sendiri sudah dilakukan secara turun temurun dari jaman nenek moyang mereka. Dan entah secara kebetulan atau tidak pagelaran ini dilakukan setiap tanggal 17 Agustus yang bertepatan dengan Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Selain untuk memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan, acara ini juga dimaksudkan untuk "bersih desa", sebuah ritual yang dimaksudkan untuk membersihkan desa mereka dari berbagai masalah yang ada. Hal ini diungkapkan Kepala Desa Kincang Wetan, Lilin Ropiana, SE, melalui Sekretaris Desa, Drs. Arifin, bahwa ritual ini hanya sebagai sarana saja, hakekatnya meminta pada Yang Maha Kuasa agar desa mereka dijauhkan dan dihindarkan dari mara bahaya, dibersihkan dari berbagai masalah, aman tentram dan sejahtera.

"Kesenian Gambyong kebetulan yang dipilih sebagai sarananya, intinya kita semua berdoa kepada Tuhan, meminta kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Kincang Wetan pada khususnya," ujar Arifin.

Masih menurut Arifin, selain sebagai hiburan rakyat, acara ini lebih dimaksudkan sebagai upaya pihak pemerintahan desa dan masyarakatnya dalam melestarikan kesenian yang kini sudah sangat jarang dijumpai tersebut.

"Kami hanya ingin menjaga tradisi para leluhur di sini, selain itu apabila kami tidak menggelar kesenian Gambyong pada 17-an, kami takut terjadi sesuatu yang buruk menimpa desa kami," tambah Arifin.

Hal senada juga diutarakan oleh Agus (27) warga desa setempat, menurutnya, pernah suatu kali acara Gambyong-an tidak diadakan. "Malamnya, desa kami diganggu, setiap rumah didatangi oleh semacam mahluk halus," ungkap Agus. Makanya pagelaran kesenian Gambyong setiap tahun selalu diadakan di desa kami, hal ini sebagai ritual untuk menjuahkan desa kami dari berbagai gangguan mahluk halus.

Terlepas apapun alasannya, pagelaran kesenian Gambyong yang diselenggarakan Pemerintah Desa Kincang Wetan dan masyarakatnya, merupakan pertanda bahwa masyarakatnya masih kental dengan adat istiadat atau tradisi para leluhurnya. Hal ini merupakan pertanda baik bahwa apa yang dilakukan masyarakat Desa Kincang Wetan adalah menjaga dan melestarikan budaya Jawa yang semakin hari semakin terkikis oleh kemajuan jaman.

0 Response to "Tradisi Gambyongan di Madiun"

Posting Komentar